Beberapa Upaya Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba

Metode pencegahan dan pemberantasan narkoba yang paling mendasar dan efektif adalah promotif dam preventif. Upaya yang paling praktis dan nyata adalah represif. Upaya manusiawi adalah kuratif dan rehabilitatif.



A. Promotif

Disebut juga program preemtif atau program pembinaan. Program ini ditujukan kepada masyarakat yang belum memakai narkoba, atau bahkan belum mengenal narkoba. Prinsipnya adalah dengan meningkatkan peranan ataukegiatan agar kelompok ini secara nyata lebih sejahtera sehingga tidak pernah berpikir untuk memperoleh kebahagiaan semua dengan memakai narkoba.



B. Preventif

Disebut juga program pencegahan. Program ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang belum mengenal narkoba agar mengetahui seluk beluk narkoba sehingga tidak tertarik untuk menyalahgunakannya. Selain dilakukan oleh pemerintah (instansi terkait), program ini juga sangat efektif jika dibantu oleh instansi dan institusi lain, termasuk lembaga profesional terkait, lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, ormas dan lain-lain.


C. Kuratif

Disebut juga program pengobatan. Program kuratif ditujukan kepada pemakai narkoba. Tujuannya adalah mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari pemakaian narkoba, sekaligus menghentikan pemakaian narkoba. Tidak sembarang orang boleh mengobati pemakai narkoba. Pemakaian narkoba sering diikuti oleh masuknya penyakit-penyakit berbahaya serta gangguan mental dan moral. Pengobatannya harus dilakukan oleh dokter yang mempelajari narkoba secara khusus. Pengobatan terhadap pemakai narkoba sangat rumit dan membutuhkan kesabaran luar biasa dari dokter, keluarga, dan penderita. Inilah sebabnya mengapa pengobatan pemakai narkoba memerlukan biaya besar tetapi hasilnya banyak yang gagal. Kunci sukses pengobatan adalah kerjasama yang baik antara dokter, keluarga dan penderita.


D. Rehabilitatif

Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani program kuratif. Tujuannya agar ia tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang disebabkan oleh bekas pemakaian narkoba. Seperti kerusakan fisik (syaraf, otak, darah, jantung, paru-paru, ginjal, dati dan lain-lain), kerusakan mental, perubahan karakter ke arah negatif, asosial. Dan penyakit-penyakit ikutan (HIV/AIDS, hepatitis, sifilis dan lain-lain). Itulah sebabnya mengapa pengobatan narkoba tanpa upaya pemulihan (rehabilitasi) tidak bermanfaat. Setelah sembuh, masih banyak masalah lain yang akan timbul. Semua dampak negatif tersebut sangat sulit diatasi. Karenanya, banyak pemakai narkoba yang ketika ”sudah sadar” malahmengalami putus asa, kemudian bunuh diri.


E. Represif

Program represif adalah program penindakan terhadap produsen, bandar, pengedar dan pemakai berdasar hukum. Program ini merupakan instansi pemerintah yang berkewajiban mengawasi dan mengendalikan produksi maupun distribusi semua zat yang tergolong narkoba. Selain mengendalikan produksi dan distribusi, program represif berupa penindakan juga dilakukan terhadap pemakai sebagai pelanggar undang-undang tentang narkoba. Instansi yang bertanggung jawab terhadap distribusi, produksi, penyimpanan, dan penyalahgunaan narkoba adalah :

  1. Badan Obat dan Makanan (POM)
  2. Departemen Kesehatan
  3. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
  4. Direktorat Jenderal Imigrasi
  5. Kepolisian Republik Indonesia
  6. Kejaksaan Agung/ Kejaksaan Tinggi/ Kejaksaan Negeri
  7. Mahkamah Agung (Pengadilan Tinggi/ Pengadilan Negeri)

Sumber : http://www.bnn.go.id/portalbaru/portal/konten.php?nama=ArtikelCegah&op=detail_artikel_cegah&id=151&mn=2&smn=e

Kasus Penyalahgunaan Narkoba Khususnya pada Remaja

oleh: Yanen Dwimukti Wibowo

Sebagai peralihan dari masa anak menuju ke masa dewasa, masa remaja merupakan masa yang penuh dengan kesulitan dan gejola, baik bagi remaja sendiri maupun bagi orang tuanya. Seringkali karena ketidaktahuan dari orang tua mengenai keadaan masa remaja tersebut ternyata mampu menimbulkan bentrokan dan kesalahpahaman antara remaja dengan orang tua yakni dalam keluarga atau remaja dengan lingkungannya.

Hal tersebut di atas tentunya tidak membantu si remaja untuk melewati masa ini dengan wajar, sehingga berakibat terjadinya berbagai macam gangguan tingkah laku seperti penyalahgunaan zat, atau kenakalan remaja atau gangguan mental lainnya. Orang tua seringkali dibuat bingung atau tidak berdaya dalam menghadapi perkembangan anak remajanya dan ini menambah parahnya gangguan yang diderita oleh anak remajanya.

Untuk menghindari hal tersebut dan mampu menentukan sikap yang wajar dalam menghadapi anak remaja, kita sekalian diharapkan memahami perkembangan remajanya beserta ciri-ciri khas yang terdapat pada masa perkembangan tersebut. Dengan ini diharapkan bahwa kita (yang telah dewasa) agar memahami atas perubahan-perubahan yang terjadi pada diri anak dan remaja pada saat ia memasuki masa remajanya. Begitu pula dengan memahami dan membina anak/remaja agar menjadi individu yang sehat dalam segi kejiwaan serta mencegah bentuk kenakalan remaja perlu memahami proses tumbuh kembangnya dari anak sampai dewasa.

Beberapa Ciri Khas Masa Remaja

• Perubahan peranan

Perubahan dari masa anak ke masa remaja membawa perubahan pada diri seorang individu. Kalau pada masa anak ia berperan sebagai seorang individu yang bertingkah laku dan beraksi yang cenderung selalu bergantung dan dilindungi, maka pada masa remaja ia diharapkan untuk mampu berdiri sendiri dan ia pun berkeinginan mandiri. Akan tetapi sebenarnya ia masih membutuhkan perlindungan dan tempat bergantung dari orang tuanya. Pertentangan antara keinginan untuk bersikap sebagai individu yang mampu berdiri sendiri dengan keinginan untuk tetap bergantung dan dilindungi, akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Akibat konflik ini, dalam diri remaja timbul kegelisahan dan kecemasan yang akan mewarnai sikap dan tingkah lakunya. Ia menjadi mudah sekali tersinggung, marah, kecewa dan putus asa.

• Daya fantasi yang berlebihan

Keterbatasan kemampuan yang ada pada diri remaja menyebabkan ia tidak selalu mampu untuk memenuhi berbagai macam dorongan kebutuhan dirinya.

• Ikatan kelompok yang kuat

Ketidakmampuan remaja dalam menyalurkan segala keinginan dirinya menyebabkan timbulnya dorongan yang kuat untuk berkelompok. Dalam kelompok, segala kekuatan dirinya seolah-olah dihimpun sehingga menjadi sesuatu kekuatan yang besar. Remaja akan merasa lebih aman dan terlindungi apabila ia berada di tengah-tengah kelompoknya. Oleh karena itu ia berusaha keras untuk dapat diakui oleh kelompoknya dengan cara menyamakan dirinya dengan segala sesuatu yang ada dalam kelompoknya. Rasa setia kawan terjalin dengan erat dan kadang-kadang menjurus ke arah tindakan yang membabi buta.

• Krisis identitas

Tujuan akhir dari suatu perkembangan remaja adalah terbentuknya identitas diri. Dengan terbentuknya identitas diri, seorang individu sudah dapat memberi jawaban terhadap pertanyaan: siapakah, apakah saya mampu dan dimanakah tempat saya berperan. Ia telah dapat memahami dirinya sendiri, kemampuan dan kelamahan dirinya serta peranan dirinya dalam lingkungannya. Sebelum identitas diri terbentuk, pada umumnya akan terjadi suatu krisis identitas. Setiap remaja harus mampu melewati krisisnya dan menemukan jatidirinya.

Berbagai Motivasi Dalam Penyalahgunaan Obat

• Motivasi dalam penyalahgunaan zat dan narkotika ternyata menyangkut motivasi yang berhubungan dengan keadaan individu (motivasi individual) yang mengenai aspek fisik, emosional, mental-intelektual dan interpersonal.

• Di samping adanya motivasi individu yang menimbulkan suatu tindakan penyalahgunaan zat, masih ada faktor lain yang mempunyai hubungan erat dengan kondisi penyalahgunaan zat yaitu faktor sosiokultural seperti di bawah ini; dan ini merupakan suasana hati menekan yang mendalam dalam diri remaja; antara lain:

1. Perpecahan unit keluarga misalnya perceraian, keluarga yang berpindah-pindah, orang tua yang tidak ada/jarang di rumah dan sebagainya.

2. Pengaruh media massa misalnya iklan mengenai obat-obatan dan zat.

3. Perubahan teknologi yang cepat.

4. Kaburnya nilai-nilai dan sistem agama serta mencairnya standar moral; (hal ini berarti perlu pembinaan Budi Pekerti – Akhlaq)

5. Meningkatnya waktu menganggur.

6. Ketidakseimbangan keadaan ekonomi misalnya kemiskinan, perbedaan ekonomi etno-rasial, kemewahan yang membosankan dan sebagainya.

7. Menjadi manusia untuk orang lain.

Adanya faktor-faktor sosial kultural seperti yang dikemukakan di atas akan mempengaruhi kehidupan manusia dan dapat menimbulkan motivasi tertentu untuk mamakai zat. Pengaruh ini akan terasa lebih jelas pada golongan usia remaja, karena ditinjau dari sudut perkembangan, remaja merupakan individu yang sangat peka terhadap berbagai pengaruh, baik dari dalam diri maupun dari luar dirinya atau lingkungan.

Upaya Pencegahan Masalah Penyalahgunaan Zat

Karakteristik psikologis yang khas pada remaja merupakan faktor yang memudahkan terjadinya tindakan penyalahgunaan zat.

Namun demikian, untuk terjadinya hal tersebut masih ada faktor lain yang memainkan peranan penting yaitu faktor lingkungan si pemakai zat. Faktor lingkungan tersebut memberikan pengaruh pada remaja dan mencetuskan timbulnya motivasi untuk menyalahgunakan zat. Dengan kata lain, timbulnya masalah penyalahgunaan zat dicetuskan oleh adanya interaksi antara pengaruh lingkungan dan kondisi psikologis remaja.

Di dalam upaya pencegahan, tindakan yang dijalankan dapat diarahkan pada dua sasaran proses. Pertama diarahkan pada upaya untuk menghindarkan remaja dari lingkungan yang tidak baik dan diarahkan ke suatu lingkungan yang lebih membantu proses perkembangan jiwa remaja. Upaya kedua adalah membantu remaja dalam mengembangkan dirinya dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan (suatu proses pendampingan kepada si remaja, selain: pengaruh lingkungan pergaulan di luar selain rumah dan sekolah).

Jadi remaja sebenarnya berada dalam 3 (tiga) pengaruh yang sama kuat, yakni sekolah (guru), lingkungan pergaulan dan rumah (orang tua dan keluarga); serta ada 2 buah proses yakni menghindar dari lingkungan luar yang jelek, dan proses dalam diri si remaja untuk mandiri dan menemukan jati dirinya.

Dalam rangka membimbing dan mengarahkan perkembangan remaja, tindakan yang harus dan dapat dilakukan, secara garis besar akan diuraikan di bawah ini:

1. Sikap dan tingkah laku

Tujuan dari suatu perkembangan remaja secara umum adalah merubah sikap dan tingkah lakunya, dari cara yang kekanak-kanakan menjadi cara yang lebih dewasa. Sikap kekanak-kanakan seperti mementingkan diri sendiri (egosentrik), selalu menggantungkan diri pada orang lain, menginginkan pemuasan segera, dan tidak mampu mengontrol perbuatannya, harus diubah menjadi mampu memperhatikan orang lain, berdiri sendiri, menyesuaikan keinginan dengan kenyataan yang ada dan mengontrol perbuatannya sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Untuk itu dibutuhkan perhatian dan bimbingan dari pihak orang tua. Orang tua harus mampu untuk memberi perhatian, memberikan kesempatan untuk remaja mencoba kemampuannya. Berikan penghargaan dan hindarkan kritik dan celaan.

2. Emosional

Untuk mendapatkan kebebasan emosional, remaja mencoba merenggangkan hubungan emosionalnya dengan orang tua; ia harus dilatih dan belajar untuk memilih dan menentukan keputusannya sendiri. Usaha ini biasanya disertai tingkah laku memberontak atau membangkang. Dalam hal ini diharapkan pengertian orang tua untuk tidak melakukan tindakan yang bersifat menindas, akan tetapi berusaha membimbingnya secara bertahap. Udahakan jangan menciptakan suasana lingkungan yang lain, yang kadang-kadang menjerumuskannya. Anak menjadi nakal, pemberontak dan malah mempergunakan narkotika (menyalahgunakan obat).

3. Mental – intelektual

Dalam perkembangannya mental – intelektual diharapkan remaja dapat menerima emosionalnya dengan memahami mengenai kelebihan dan kekurangan dirinya. Dengan begitu ia dapat membedakan antara cita-cita dan angan-angan dengan kenyataan sesungguhnya. Pada mulanya daya pikir remaja banyak dipengaruhi oleh fantasi, sejalan dengan meningkatnya kemampuan berpikir secara abstrak. Pikiran yang abstrak ini seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dan dapat menimbulkan kekecewaan dan keputusasaan. Untuk mengatasi hal ini dibutuhkan bantuan orang tua dalam menumbuhkan pemahaman diri tentang kemampuan yang dimilikinya berdasarkan kemampuan yang dimilikinya tersebut. Jangan membebani remaja dengan berbagai macam harapan dan angan-angan yang kemungkinan sulit untuk dicapai.

4. Sosial

Untuk mencapai tujuan perkembangan, remaja harus belajar bergaul dengan semua orang, baik teman sebaya atau tidak sebaya, maupun yang sejenis atau berlainan jenis. Adanya hambatan dalam hal ini dapat menyebabkan ia memilih satu lingkungan pergaulan saja misalnya suatu kelompok tertentu dan ini dapat menjurus ke tindakan penyalahgunaan zat. Sebagaimana kita ketahui bahwa ciri khas remaja adalah adanya ikatan yang erat dengan kelompoknya. Hal ini menimbulkan ide, bagaimana caranya agar remaja memiliki sifat dan sikap serta rasa (Citra: disiplin dan loyalitas terhadap teman, orang tua dan cita-citanya. Selain itu juga kita sebagai orang tua dan guru, harus mampu menumbuhkan suatu Budi Pekerti/Akhlaq yang luhur dan mulia; suatu keberanian untuk berbuat yang mulia dan menolong orang lain dan menjadi teladan yang baik.

5. Pembentukan identitas diri

Akhir daripada suatu perkembangan remaja adalah pembentukan identitas diri. Pada saat ini segala norma dan nilai sebelumnya merupakan sesuatu yang datang dari luar dirinya dan harus dipatuhi agar tidak mendapat hukuman, berubah menjadi suatu bagian dari dirinya dan merupakan pegangan atau falsafah hidup yang menjadi pengendali bagi dirinya. Untuk mendapatkan nilai dan norma tersebut diperlukan tokoh identifikasi yang menurut penilaian remaja cukup di dalam kehidupannya. Orang tua memegang peranan penting dalam preoses identifikasi ini, karena mereka dapat membantu remajanya dengan menjelaskan secara lebih mendalam mengenai peranan agama dlam kehidupan dewasa, sehingga penyadaran ini memberikan arti yang baru pada keyakinan agama yang telah diperolehnya. Untuk dapat menjadi tokoh identifikasi, tokoh tersebut harus menjadi kebanggaan bagi remaja. Tokoh yang dibanggakan itu dapat saja berupa orang tua sendiri atau tokoh lain dalam masyarakat, baik yang masih ada maupun yang hanya berasal dari sejarah atau cerita.

Sebagai ikhtisar dari apa yang dapat dilakukan orang tua dan guru dalam upaya pencegahan, dapat dikemukakan sebagai berikut:

  • ­ Memahami sikap dan tingkah laku remaja dan menghadapinya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.

  • ­ Memberikan perhatian yang cukup baik dalam segi material, emosional, intelektual, dan sosial.

  • ­ Memberikan kebebasan dan keteraturan serta secara bersamaan pengarahan terhadap sikap, perasaan dan pendapat remaja.

  • Menciptakan suasana rumah tangga/keluarga yang harmonis, intim, dan penuh kehangatan bagi remaja.

  • ­ Memberikan penghargaan yang layak terhadap pendapat dan prestasi yang baik.

  • ­ Memberikan teladan yang baik kepada remaja tentang apa yang baik bagi remaja.

  • ­ Tidak mengharapkan remaja melakukan sesuatu yang ia tidak mampu atau orang tua tidak melaksanakannya (panutan dan keteladanan).

Apa yang dikemukakan di atas hanyalah merupakan petikan secara umum dan dalam penerapannya harus disesuaikan dengan kondisi yang ada pada diri remaja maupun orang tua dan guru. Dengan begitu maka setiap orang tua dan guru harus mampu untuk menafsirkan apa yang dimaksud dan menerapkannya sesuai dengan apa yang diharapkan.Yang paling penting adalah pengenalan diri sendiri dari pihak orang tua sebelum mereka mengharapkan remajanya mengenal dirinya. Dengan kata lain, apa yang diharapkan dari remaja harus dapat dilaksanakan terlebih dahulu oleh orang tua dan guru.


Sumber : http://www.wikimu.com/News/DisplayNewsRemaja.aspx?id=5309


Hubungan Antara Kejahatan Peredaran Gelap Narkoba Dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Oleh: Dr. Yunus Husein, S. H., LL. M


Pendahuluan
Dalam International Narcotics Control Strategy Report (INCSR) yang dikeluarkan oleh Bureau for International Narcotics and Law Enforcement Affairs, United States Department of State pada bulan Maret 2003, Indonesia ditempatkan kembali ke dalam deretan major laundering countries di wilayah Asia Pacific bersama dengan 53 negara antara lain seperti Australia, Kanada, Cina, Cina Taipei, Hong Kong, India, Jepang, Macau Cina, Myanmar, Nauru, Pakistan, Filipina, Singapura, Thailand, United Kingdom dan Amerika Serikat. Predikat major laundering countries diberikan kepada negara-negara yang lembaga dan sistem keuangannya dinilai terkontaminasi bisnis narkotika internasional yang ditengarai melibatkan uang dalam jumlah yang sangat besar.

Lebih jauh, INCSR menyoroti pula beberapa hal yaitu upaya Indonesia dalam memberantas peredaran gelap narkoba yang dianggap masih belum memadai, kenaikan angka penyalahgunaan narkoba di dalam negeri, serta maraknya lalu lintas perdagangan gelap narkoba dari dan ke Indonesia yang melibatkan negara-negara seperti Thailand, Burma, Singapura, Afghanistan, Pakistan dan Nigeria.

Kejahatan peredaran gelap narkoba sejak lama diyakini memiliki kaitan erat dengan proses pencucian uang. Sejarah perkembangan typology pencucian uang menunjukkan bahwa perdagangan obat bius merupakan sumber yang paling dominan dan kejahatan asal (predicate crime) yang utama yang melahirkan kejahatan pencucian uang. Organized crime selalu menggunakan metode pencucian uang ini untuk menyembunyikan, menyamarkan atau mengaburkan hasil bisnis haram itu agar nampak seolah-olah merupakan hasil dari kegiatan yang sah. Selanjutnya, uang hasil jual beli narkoba yang telah dicuci itu digunakan lagi untuk melakukan kejahatan serupa atau mengembangkan kejahatan-kejahatan baru.

Perkembangan peredaran obat bius di beberapa negara bahkan telah mencapai titik nadir. Gerard Wyrsch (1990) mengungkapkan bahwa pencucian uang yang berasal dari bisnis narkotika di Amerika Serikat diperkirakan mencapai 100 sampai dengan 300 milyar dollar pertahunnya. Sedangkan di Eropa berkisar antara 300 sampai 500 milyar dollar pertahunnya, suatu angka yang fantastis. FATF (Financial Action Task Force on Money Laundering) dalam annual report tahun 1995-1996 memperkirakan bahwa dari 600 milyar sampai satu trilyun dollar uang yang dicuci pertahunnya, sebagian besar berasal dari bisnis haram perdagangan gelap narkoba. Perkiraan jumlah di atas setiap tahun mengalami peningkatan sehingga dikenal istilah narco dollar, sekaligus menunjukkan bahwa persoalan peredaran gelap narkoba merupakan kejahatan internasional (international crime) dan persoalan seluruh negara.

Sejarah mencatat pula bahwa kelahiran rezim hukum internasional yang memerangi kejahatan pencucian uang dimulai pada saat masyarakat internasional merasa frustrasi dengan upaya memberantas kejahatan perdagangan gelap narkoba. Pada saat itu, rezim anti pencucian uang dianggap sebagai paradigma baru dalam memberantas kejahatan yang tidak lagi difokuskan pada upaya menangkap pelakunya, melainkan lebih diarahkan pada penyitaan dan perampasan harta kekayaan yang dihasilkan. Logika dari memfokuskan pada hasil kejahatannya adalah bahwa motivasi pelaku kejahatan akan menjadi hilang apabila pelaku dihalang-halangi untuk menikmati hasil kejahatannya.

Melihat korelasi yang erat antara kejahatan peredaran gelap narkoba sebagai predicate crime dan kejahatan pencucian uang sebagai derivative-nya, maka sangat jelas bahwa keberhasilan perang melawan kejahatan peredaran gelap narkoba di suatu negara sangat ditentukan oleh efektivitas rezim anti pencucian uang di negara itu. Dalam konteks Indonesia, hal menarik yang menjadi pertanyaan adalah apakah rezim anti pencucian uang Indonesia sudah cukup memadai untuk mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan peredaran gelap narkoba di tanah air ?

Terlebih apabila kita ketahui bahwa sejak ditetapkan pada tanggal 17 April tahun lalu, Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang banyak mendapat sorotan dari berbagai pihak dalam dan luar negeri serta direkomendasikan untuk segera dilakukan amandemen. Makalah ini akan mendiskusikan lebih jauh hubungan antara kejahatan peredaran gelap narkoba dan tindak pidana pencucian uang serta issue-issue yang terkait dengan efektivitas rezim anti pencucian uang di Indonesia.

Rezim Hukum Internasional Anti Pencucian Uang
Kejahatan pencucian uang telah dikenal di Amerika Serikat sejak tahun 1930. Pada saat itu, Al Capone yang menguasai bisnis haram perdagangan obat bius, perdagangan gelap minuman keras, prostitusi dan perjudian merupakan penjahat terbesar yang tidak saja dikenal di Amerika Serikat, tetapi juga di dunia karena memiliki jaringan di banyak negara. Pada saat itu masyarakat internasional belum memiliki perangkat hukum internasional yang dapat dijadikan dasar yang kuat untuk memerangi kejahatan pencucian uang.

Lahirnya rezim hukum internasional untuk memerangi kejahatan pencucian uang, antara lain dengan dikeluarkannya United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic drugs and Psychotropic Substances 1988 (Vienna Convention 1988). Lahirnya konvensi ini ditandai saat mana masyarakat internasional merasa frustrasi dalam memberantas kejahatan perdagangan gelap obat bius. Hal ini dapat dimengerti mengingat obyek yang diperangi adalah organized crime yang memiliki karakteristik organisasi struktural yang solid dengan pembagian wewenang yang jelas, sumber pendanaan yang sangat kuat dan memiliki jaringan kerja yang melintasi batas negara. Rezim hukum internasional anti pencucian uang dapat dikatakan merupakan langkah maju ke depan dengan strategi yang tidak lagi difokuskan pada kejahatan obat biusnya dan menangkap pelakunya, tetapi diarahkan pada upaya memberangus hasil kejahatannya melalui regulasi anti pencucian uang. Andrew Haynes (1993) mengatakan bahwa alasan sederhana dari paradigma baru ini adalah bahwa menghilangkan nafsu dan motivasi pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan, dapat dilakukan dengan menghalanginya untuk menikmati hasil atau buah dari kejahatannya.

Dengan demikian, lahirnya United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic drugs and Psychotropic Substances 1988 (Vienna Convention 1988), dipandang sebagai tonggak sejarah dan titik puncak dari perhatian masyarakat internasional untuk menetapkan Rezim Hukum Internasional Anti Pencucian Uang. Pada pokoknya, rejim ini dibentuk untuk memerangi drug trafficking dan mendorong agar semua negara yang telah meratifikasi segera melakukan kriminalisasi atas kegiatan pencucian uang. Disamping itu Vienna Convention 1988 juga berupaya untuk mengatur infrastruktur yang mencakup persoalan hubungan internasional, penetapan norma-norma, peraturan dan prosedur yang disepakati dalam rangka mengatur ketentuan anti pencucian uang.

Sebelum Vienna Convention 1988, berbagai instrumen telah dikeluarkan sejak tahun 1912. Upaya internasional diawali dengan dengan disahkannya International Opium Convention of 1912. Pada saat itu perhatian masyarakat ditujukan kepada upaya memerangi peredaran dan penggunaan opium di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat. Langkah internasional ini kemudian dilanjutkan dengan dikeluarkannya berbagai instrumen internasional yaitu Suppression of the Manufacture of, Internal Trade in and use of, prepared Opium, Geneva 11 February 1925 dan International Opium Convention 19 February 1925, yang keduanya diselenggarakan oleh Liga Bangsa Bangsa. Oleh karena dirasakan belum optimal utuk memberantas opium maka dilanjutkan dengan berbagai konvensi yaitu Convention of 1931 Suppression of Smoking, dan Convention for the Suppress of the Illicit Traffic in Dangerous Drugs of 1946.

Suatu konvensi yang dikenal dengan Single Convention Narcotics Drugs 1961 dikeluarkan pada tahun 1961. Konvensi ini dianggap paling bersifat universal dalam pengawasan obat bius yang meliputi perjanjian multilateral dengan sejumlah besar negara-negara anggota PBB. Konvensi 1961 mengamanatkan pula pembentukan The International Narcotic Control Board yang bertugas membatasi kegiatan produksi, distribusi, manufaktur dan penggunaan obat bius kecuali untuk keperluan di bidang pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Selanjutnya upaya masyarakat internasional juga dilakukan dengan mengeluarkan Convention on Psychotropics and Substances of 1971 yang menitikberatkan pada sistem kontrol yang lebih ketat terhadap perdagangan obat-obat kimia dan farmasi.

United Nations Conventions Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances tahun 1988 merupakan titik puncak untuk pemberantasan pencucian uang dari kejahatan peredaran gelap narkotika dan psikotropika. Konvensi ini mewajibkan setiap negara yang telah meratifikasi untuk melakukan kriminalisasi pencucian uang melalui peraturan perundang-undangan. Beberapa ketentuan penting dalam konvensi tersebut yaitu Pasal 3 (1) (a) yang mengharuskan setiap negara anggota melakukan kriminalisasi pencucian uang yang berkaitan dengan peredaran gelap obat-obat bius, selain itu mengatur ketentuan-ketentuan mengenai daftar pelanggaran yang berkaitan dengan industri, distribusi atau penjualan gelap dari obat bius dan organisasi serta pengelolaannya, atau keuangan dari aktivitas perdagangan gelap obat bius.

Hal terpenting dalam konvensi tersebut adalah substansi yang mengokohkan terbentuknya International Anti Money Laundering Legal Regime, yang merupakan salah satu upaya internasional untuk menetapkan rezim hukum internasional baru dalam badan internasional. Rezim ini pada dasarnya bertujuan memberantas pencucian uang dengan strategi untuk memerangi hasil kejahatan (proceed of crime). Disamping itu rezim hukum internasional anti pencucian uang ini menentukan pula arah kebijakan untuk melakukan kriminalisasi pencucian uang dengan standar-standar tertentu yang tetap memberi tempat untuk kedaulatan hukum masing-masing negara (state souvereignity).

Sebagai sebuah produk hukum internasioanl, konvensi ini dinilai sangat penting karena memperkuat konvensi-konvensi tunggal narkotika atau Single Convention on Narcotic Drugs, 1961 dan Convention on Psychotropic Substances, 1971. Berbeda dengan kedua konvensi di atas, Vienna Convention 1988 merupakan konvensi yang mengatur penegakan hukum (law enforcement) di dalam mencegah dan memberantas lalu lintas perdagangan gelap narkotika dan bahan psikotropika, yang secara khusus mengatur masalah : 1) penegasan dan perluasan lingkup kendali yang dititikberatkan pada illicit-trafficking by sea, 2) penegasan mengenai yurisdiksi yang diperluas, 3) ekstradisi, 4) penyitaan atau confiscation, dan 5) hubungan timbal balik atau mutual legal assistance.

Upaya Indonesia Memerangi Kejahatan Peredaran Gelap Narkoba
Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai focal point pencegahan dan pemberantasan narkotika di Indonesia yang dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 17 Tahun 2002 tanggal 22 Maret 2002, menyatakan bahwa masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat, dan bahkan telah sampai pada batas yang mengkhawatirkan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Kepala BNN dalam makalah “Permasalahan Narkoba di Indonesia dan Penanggulangannya (2003)” lebih jauh menyampaikan pula bahwa Indonesia saat ini bukan hanya sebagai tempat transit dalam perdagangan dan peredaran gelap narkoba, tetapi telah menjadi tempat pemasaran dan bahkan telah menjadi tempat produksi narkoba. Data tersangka dan kasus dari tindak pidana ini sejak tahun 1998 hingga bulan Maret 2003 mencatat kenaikan sebagai berikut : 1) Tahun 1998 total kasus 999 dengan jumlah tersangka 1308, 2) Tahun 1999 sebanyak 1833 kasus dan 2590 tersangka, 3) Tahun 2000 sebanyak 3478 kasus dan 4955 tersangka, 4) Tahun 2001 sebanyak 3617 kasus dan 4924 tersangka, 5) Tahun 2002 sebanyak 3751 kasus dan 5310 tersangka, dan 6) Tahun 2003 (sampai dengan Maret) sebanyak 783 kasus dan 1098 (tersangka).

Mencermati data-data tersebut, tidak mengherankan apabila United Nations Drugs Control Programme (UNDCP) memberi gambaran masalah narkotika di Indonesia dengan warna kuning, sedangkan masalah psikotropika digambarkan dengan warna merah. Makna dari warna kuning adalah suatu negara berada pada peringkat kedua, sedangkan warna merah mengandung makna peringkat pertama atau telah mencapai kondisi yang sangat serius.
Namun demikian, Indonesia merupakan negara peserta dan penandatangan Single Convention on Narcotics Drugs 1961 dan Vienna Convention 1988. Keikutsertaan Indonesia dalam konvensi-konvensi di atas sangat bermanfaat untuk menunjukkan kepada masyarakat dalam dan luar negeri adanya “political will” yang kuat dari Pemerintah Indonesia dalam memerangi kejahatan peredaran gelap narkoba.

Meskipun Indonesia telah memiliki produk hukum pertama yang mempidanakan penyalahgunaan narkotika pada tahun 1976 dengan disahkannya Undang-undang No. 9 Tahun 1976, Undang-undang tersebut belum melakukan kriminalisasi atas perbuatan menyembunyikan, mengaburkan dan menyamarkan hasil kejahatan peredaran gelap narkoba. Dengan demikian, Undang-undang No. 7 Tahun 1976 maupun Undang-undang No. 22 Tahun 1997 yang merupakan produk hukum terakhir belum merespons issue-issue internasional sebagaimana dimuat dalam Vienna Convention 1988.

Padahal perputaran uang dari bisnis haram ini di Indonesia tercatat sangat mencegangkan. BNN menyampaikan bahwa jumlah uang yang terlibat dalam peredaran gelap narkoba mencapai Rp 300 triliun per tahun, suatu angka yang fantastis, terutama apabila dibandingkan dengan APBN kita yang hanya berjumlah sekitar sebesar Rp 315 triliun setahun. Namun, angka tersebut sesungguhnya tidak terlalu mengherankan apabila kita melihat bahwa pangsa pasar bisnis haram narkoba saat ini sudah merambah kepada para pemakai muda di tingkat pendidikan sekolah dasar. Data Polda Metro Jaya, mengungkapkan bahwa dalam lima bulan terakhir, antara Januari sampai Mei 2003, di Jakarta Utara sudah ditangkap 30 pelajar SD yang menggunakan obat-obatan berbahaya itu (Kompas, 13/5).

Melihat fakta permasalahan yang sangat kompleks, nampaknya tak ada pilihan lain bagi kita untuk terus meningkatkan upaya nasional memerangi kejahatan ini baik secara komprehensif dan multidimensional dengan antara lain melakukan penegakan hukum secara tegas, konsisten dan sungguh-sungguh, serta meningkatkan kegiatan preventif untuk mengungkap dan memutus jaringan sindikat peredaran gelap narkoba baik nasional dan internasional.

Kejahatan Peredaran Gelap Narkoba dan Rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia
Sebagaimana telah diuraikan pada bagian awal tulisan ini, kejahatan peredaran gelap narkotika adalah sumber uang haram yang paling dominan dan merupakan kejahatan asal (predicate crime) yang utama. Selanjutnya, dinyatakan pula bahwa rezim anti pencucian uang yang efektif sangat berpengaruh terhadap upaya memerangi kejahatan peredaran gelap narkoba dengan cara menghambat masuknya uang kotor atau hasil bisnis haram itu ke dalam sistem keuangan. Disamping itu, rezim anti pencucian uang juga berfungsi mencegah sistem keuangan dijadikan sasaran dan sarana kejahatan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rezim anti pencucian uang menjalankan fungsi ganda yaitu penegakan ketentuan anti pencucian uang yang sekaligus untuk menjaga integritas sistem keuangan, serta mencegah berkembangnya kejahatan asal (predicate crime).
Namun demikian, setidaknya ada beberapa alasan yang dapat menjadi pendorong maraknya kejahatan pencucian uang di Indonesia yang memerlukan perhatian bersama, sebagai berikut :

  1. Rezim devisa bebas yang memungkinkan siapa saja memiliki devisa, menggunakannya untuk kegiatan apa saja dan tidak ada kewajiban untuk menyerahkannya kepada Bank Indonesia.
  2. Lemahnya penegakan hukum dan kurangnya profesionalitas aparat penegak hukum.
  3. Globalisasi terutama perkembangan global di sektor jasa keuangan sebagai hasil proses liberalisasi telah memungkinkan pelaku kejahatan memasuki pasar keuangan yang terbuka.
  4. Kemajuan teknologi di bidang informasi terutama penggunaan media internet memungkinkan kejahatan terorganisir (organized crime) yang dilakukan oleh organisasi kejahatan lintas batas (transnational organized crime) menjadi mudah dilakukan.
  5. Ketentuan Rahasia Bank yang kerap dianggap masih diterapkan secara ketat meskipun Undang-undang Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang telah mengeliminir ketentuan tersebut.
  6. Masih dimungkinkannya menggunakan nama samaran atau tanpa nama (anonim) oleh nasabah bank, yang banyak dipengaruhi oleh lemahnya penerapan KYC oleh industri jasa keuangan.
  7. Dimungkinkannya praktik money laundering dilakukan dengan cara yang disebut layering (pelapisan) yang menyulitkan pendeteksian kegiatan money laundering oleh penegak hukum. Dalam hal ini, uang yang telah ditempatkan pada sebuah bank dipindahkan ke bank lain, baik bank yang ada di negara tersebut maupun di negara lain. Pemindahan itu dilakukan beberapa kali, sehingga tidak lagi dapat dilacak oleh penegak hukum.
  8. Ketentuan hukum berkenaan dengan kerahasiaan hubungan antara lawyer dan kliennya, dan antara akuntan dan kliennya.

Nampaknya kita semua sepakat bahwa kejahatan peredaran gelap narkoba dan kejahatan pencucian uang perlu diberantas hingga akar-akarnya tanpa pandang bulu. Ada beberapa alasan mengapa hal itu perlu dilakukan oleh Indonesia, sebagai berikut :

  1. Merongrong integritas pasar-pasar keuangan karena lembaga-lembaga keuangan (financial institutions) yang mengandalkan dana hasil kejahatan dapat menghadapi bahaya likuiditas.
  2. Mengganggu sektor swasta yang sah dengan sering menggunakan perusahaan-perusahaan (front companies) untuk mencampur uang haram dengan uang sah, dengan maksud untuk menyembunyikan uang hasil kegiatan kejahatannya. Perusahaan-perusahaan (front companies) tersebut memiliki akses kepada dana-dana haram yang besar jumlahnya, yang memungkinkan mereka mensubsidi barang-barang dan jasa-jasa yang dijual oleh perusahaan-perusahaan tersebut agar dapat dijual jauh di bawah harga pasar.
  3. Mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonomi. Contoh di beberapa negara dengan pasar yang baru tumbuh (emerging market countries), dana haram tersebut dapat mengurangi anggaran pemerintah, sehingga dapat mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya.
  4. Timbulnya distorsi dan ketidakstabilan ekonomi karena para pencuci uang tidak tertarik untuk memperoleh keuntungan dari investasi tetapi lebih mengutamakan keuntungan dalam jangka waktu cepat dari kegiatan-kegiatan yang secara ekonomis tidak bermanfaat kepada negara.
  5. Hilangnya pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak karena pencucian uang menghilangkan pendapatan pajak pemerintah dan dengan demikian secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur. Hal itu juga mengakibatkan pengumpulan pajak oleh pemerintah makin sulit.
  6. Membahayakan upaya-upaya privatisasi perusahaan-perusahaan negara yang dilakukan oleh pemerintah dan sekaligus mengancam upaya-upaya dari negara-negara yang sedang melakukan reformasi ekonomi melalui upaya privatisasi. Organisasi-organisasi kejahatan tersebut dengan dananya itu mampu membeli saham-saham perusahaan-perusahaan negara yang diprivatisasi dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada calon-calon pembeli yang lain.
  7. Rusaknya reputasi negara yang akan berdampak pada kepercayaan pasar karena kegiatan-kegiatan pencucian uang dan kejahatan-kejahatan di bidang keuangan (financial crimes) yang dilakukan oleh negara bersangkutan.
  8. Menimbulkan biaya sosial yang tinggi (Social Cost) karena pencucian uang adalah proses yang penting bagi organisasi-organisasi untuk dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan kejahatan mereka. Pencucian uang memungkinkan para penjual dan pengedar narkoba (drug traffickers), para penyelundup, dan penjahat-penjahat lainnya untuk memperluas kegiatannya.

Kita mengetahui bahwa pada tanggal 9 Juni 2003 lalu Pemerintah telah menyampaikan draft amandemen Undang-undang No. 15 Tahun 2002 kepada DPR. Oleh karena itu, apakah rezim anti pencucian uang Indonesia saat ini mampu mendukung upaya memerangi kejahatan peredaran gelap narkoba? Untuk menjawab pertanyaan ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan bahwa pokok-pokok amandemen antara lain memuat beberapa hal yaitu 1) penghapusan batasan jumlah uang Rp 500 juta dalam definisi hasil kejahatan (Pasal 2). Penghapusan threshold ini akan menjadikan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang menjadi efektif. 2) perubahan definisi transaksi keuangan mencurigakan dengan menambahkan elemen “termasuk menggunakan harta kekayaan hasil kejahatan”. Dengan perubahan ini maka hasil kejahatan peredaran gelap narkoba secara tegas dapat masuk menjadi transaksi keuangan mencurigakan., 3) pengurangan batas waktu penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan menjadi 3 hari (semula 14 hari), sehingga penyedia jasa keuangan memiliki kewajiban lebih cepat untuk melaporkannya kepada PPATK., 4) pengaturan anti tipping-off provision yaitu larangan untuk memberitahukan laporan transaksi keuangan mencurigakan yang sedang disusun atau dilaporkan kepada PPATK atau aparat berwenang.

Catatan : Draf amandemen yang diajukan pemerintah sudah disyahkan oleh Rapat Paripurna DPR-RI yang dilaksanakan pada Hari Selasa, 16 September 2003.
Amandemen Undang-undang ini memuat beberapa hal yang dapat mendukung upaya memerangi kejahatan peredaran gelap narkoba, yaitu :
1. Pasal 1 yang mengatur ruang lingkup subjek tindak pidana yaitu orang perseorangan atau korporasi, sehingga bentuk-bentuk organisasi kejahatan yang kerap menjadi pelaku peredaran gelap narkoba dapat pula tercover dengan Undang-undang ini;
2. Harta kekayaan yang berasal dari kejahatan asal (predicate crime) narkotika dan psikotropika (Pasal 2);
3. Ancaman pidana bagi percobaan, perbantuan dan permufakatan jahat.
4. Pertanggungjawaban pidana bagi korporasi dengan pemberatan pada ancaman maksimum ditambah 1/3;
5. Eliminasi ketentuan rahasia bank, sehingga penyidik, penuntut maupun hakim yang memeriksa perkara dapat langsung meminta keterangan nasabah dan simpanannya dari penyedia jasa keuangan. (Contoh kasus pabrik ecstasy di Tangerang milik Ang Kiem Soei, dengan bukti MDMA cair 120 liter, MDMA powder 500 kg, tablet xtc 8200 butir, dengan kemampuan produksi 150.000 butir sehari) ;
6. Perintah penyitaan oleh hakim atas hasil bisnis narkoba apabila ditemukan bukti permulaan yang cukup dalam persidangan (Pasal 34);
7. Pemeriksaan in absentia di muka persidangan dalam hal terdakwa tidak hadir di persidangan (Pasal 36);
8. Pembuktian terbalik sehingga pelaku kejahatanlah yang harus membuktikan bahwa harta kekayaan bukan hasil bisnis haram narkoba (Pasal 35);
9. Penetapan hakim untuk menyita, merampas harta pelaku kejahatan dalam terdakwa meninggal namun telah terdapat bukti yang kuat (Pasal 37);
10. Kerjasama internasional yang memungkinkan proses ekstradisi dan repatriasi assets hasil kejahatan peredaran gelap narkoba dikembalikan ke tanah air dalam hal berada di LN (Pasal 44).

Perlu diinformasikan pula bahwa hingga saat ini UKIP Bank Indonesia yang sementara waktu berdasarkan Pasal 45 ayat (3) Undang-undang menjalankan tugas PPATK terkait penyedia jasa perbankan, telah menerima 236 transaksi keuangan mencurigakan dari bank, dan telah menyerahkan 36 laporan diantaranya kepada Kepolisian.
Penutup

Salah satu hal terpenting dalam menentukan berjalannya rezim anti pencucian yang efektif adalah kerjasama segenap pihak yang terkait yang meliputi penyedia jasa keuangan, PPATK, otoritas lembaga keuangan (Bank Indonesia, Bapepam dan DJLK), Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Dukungan masyarakat luas seperti individu nasabah penguna jasa keuangan, perguruan tinggi, LSM dan pers juga dirasakan sangat penting di dalam memasyarakatkan rezim anti money laundering di Indonesia. PPATK menyakini bahwa proses menuju terciptanya rezim yang efektif sangat tergantung pada peran aktif segenap elemen di atas tanpa kecuali.


Sumber : http://www.legalitas.org/content/hubungan-antara-kejahatan-peredaran-gelap-narkoba-dan-tindak-pidana-pencucian-uang

SEJARAH NARKOBA

NARKOBA

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat berbahaya. Sebenarnya narkoba dipakai untuk membius pasien saat operasi, namun kini persepsi itu disalahgunakan akibat pemakaian diluar batas dosis.


SEJARAH AWAL NARKOBA

Kurang lebih tahun 2000 SM di Samaria dikenal sari bunga opion (opium) yang tumbuh di daerah dataran tinggi. Memasuki abad XVII opium (candu) menjadi masalah nasional bahkan di abad XIX terjadi perang candu. Tahun 1806 FRriedrich Wilhelim Sertuner (dokter dari Westphalia) memodifikasi candu yang dicampur amoniak dikenal sebagai morphin. Tahun 1856 morphin digunakan untuk penghilang rasa sakit luka-luka perang. Tahun 1874 Alder Wright (ahli kimia dari London) merebus morphin dengan asam anhidrat. Namun tahun 1898 pabrik obat “Bayer” memproduksi obat dengan nama heroin sebagai alat penghilangn sakit. Dan d akhir tahun 70an diberi campuran khusu agar candu tersebut didapat dalam bentuk obat-obatan.


PENYEBARAN NARKOBA

Hingga kini penyeban narkoba sudah hampir tidak dapat dicegah karena hamper seluruh penduduk dapat dengan mudah mendapatkan narkoba. Upaya pemberantasan narkoba yang paling efektif ialah dari pendidikan keluarga.


EFEK-EFEK NARKOBA

a) Halusinogen : seseorang menjadi berhalusinasi dengan melihat sesuatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada/tidak nyata.

b) Stimulan : kerja organ tubuh lebih cepat dari biasanya sehingga seseorang lebih bertenaga sementara waktu dan cenderung senang serta gembira sementara waktu.

c) Adktif : seseorng cenderung bersikap pasif karena memutuskan syaraf-syaraf otak, dan lambat laun organ akan rusak kemudian akhirnya kematian.


Sumber : http://treest.wordpress.com/2009/09/07/sejarah-narkoba-hell-medicine/

JENIS-JENIS BAHAN BERBAHAYA LAINNYA SEJENIS NARKOBA

Adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yabf dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi.
Bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan Narkotika dan Psikotropika atau Zat-zat baru hasil olahan manusia yang menyebabkan kecanduan.


MINUMAN KERAS

Adalah semua minuman yang mengandung Alkohol tetapi bukan obat.
Minuman keras terbagi dalan 3 golongan yaitu:
- Gol. A berkadar Alkohol 01%-05%
- Gol. B berkadar Alkohol 05%-20%
- Gol. C berkadar Alkohol 20%-50%

Beberapa jenis minuman beralkohol dan kadar yang terkandung di dalamnya :
- Bir,Green Sand 1% - 5%
- Martini, Wine (Anggur) 5% - 20%
- Whisky, Brandy 20% -55%.

EFEK SAMPING YANG DITIMBULKAN
Efek yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi alkohol dapat dirasakan segera dalam waktu beberapa menit saja, tetapi efeknya berbeda-beda, tergantung dari jumlah / kadar alkohol yang dikonsumsi. Dalam jumlah yang kecil, alkohol menimbulkan perasaan relax, dan pengguna akan lebih mudah mengekspresikan emosi, seperti rasa senang, rasa sedih dan kemarahan.
Bila dikonsumsi lebih banyak lagi, akan muncul efek sebagai berikut : merasa lebih bebas lagi mengekspresikan diri, tanpa ada perasaan terhambat menjadi lebih emosional ( sedih, senang, marah secara berlebihan ) muncul akibat ke fungsi fisik - motorik, yaitu bicara cadel, pandangan menjadi kabur, sempoyongan, inkoordinasi motorik dan bisa sampai tidak sadarkan diri. Kemampuan mental mengalami hambatan, yaitu gangguan untuk memusatkan perhatian dan daya ingat terganggu, mulut rasanya kering. Pupil mata membesar dan jantung berdegup lebih kencang. Mungkin pula akan timbul rasa mual. Bisa juga pada awalnya timbul kesulitan bernafas (untuk itu diperlukan sedikit udara segar). Jenis reaksi fisik tersebut biasanya tidak terlalu lama. Selebihnya akan timbul perasaan seolah-olah kita menjadi hebat dalam segala hal dan segala perasaan malu menjadi hilang. Kepala terasa kosong, rileks dan "asyik". Dalam keadaan seperti ini, kita merasa membutuhkan teman mengobrol, teman bercermin, dan juga untuk menceritakan hal-hal rahasia. Semua perasaan itu akan berangsur-angsur menghilang dalam waktu 4 sampai 6 jam. Setelah itu kita akan merasa sangat lelah dan tertekan.


Pengguna biasanya merasa dapat mengendalikan diri dan mengontrol tingkahlakunya. Pada kenyataannya mereka tidak mampu mengendalikan diri seperti yang mereka sangka mereka bisa. Oleh sebab itu banyak ditemukan kecelakaan mobil yang disebabkan karena mengendarai mobil dalam keadaan mabuk.
Pemabuk atau pengguna alkohol yang berat dapat terancam masalah kesehatan yang serius seperti radang usus, penyakit liver, dan kerusakan otak. Kadang-kadang alkohol digunakan dengan kombinasi obat - obatan berbahaya lainnya, sehingga efeknya jadi berlipat ganda. Bila ini terjadi, efek keracunan dari penggunaan kombinasi akan lebih buruk lagi dan kemungkinan mengalami over dosis akan lebih besar.


NIKOTIN

Adalah obat yang bersifat adiktif, sama seperti Kokain dan Heroin. Bentuk nikotin yang paling umum adalah tembakau, yang dihisap dalam bentuk rokok, cerutu, dan pipa. Tembakau juga dapat digunakan sebagai tembakau sedotan dan dikunyah (tembakau tanpa asap).
Walaupun kampanye tentang bahaya merokok sudah menyebutkan betapa berbahayanya merokok bagi kesehatan
tetapi pada kenyataannya sampai saat ini masih banyak orang yang terus merokok. Hal ini membuktikan bahwa sifat adiktif dari nikotin adalah sangat kuat.

EFEK SAMPING YANG DITIMBULKAN
Secara perilaku, efek stimulasi dari nikotin menyebabkan peningkatan perhatian, belajar, waktu reaksi, dan kemampuan untuk memecahkan maslah. Menghisap rokok meningkatkan mood, menurunkan ketegangan dan menghilangkan perasaan depresif. Pemaparan nikotin dalam jangka pendek meningkatkan aliran darah serebral tanpa mengubah metabolisme oksigen serebtral.
Tetapi pemaparan jangka panjang disertai dengan penurunan aliran darah serebral. Berbeda dengan efek stimulasinya pada sistem saraf pusat, bertindak sebagai relaksan otot skeletal. Komponen psikoaktif dari tembakau adalah nikotin. Nikotin adalah zat kimia yang sangat toksik. Dosis 60 mg pada orang dewasa dapat mematikan, karena paralisis ( kegagalan ) pernafasan.


VOLATILE SOLVENT atau INHALENSIA

Volatile Solvent :
Adalah zat adiktif dalam bentuk cair. Zat ini mudah menguap. Penyalahgunaannya adalah dengan cara dihirup melalui hidung. Cara penggunaan seperti ini disebut inhalasi. Zat adiktif ini antara lain :
- Lem UHU
- Cairan PEncampur Tip Ex (Thinner)
- Aceton untuk pembersih warna kuku, Cat tembok
- Aica Aibon, Castol
- Premix

Inhalansia :
Zat inhalan tersedia secara legal, tidak mahal dan mudah didapatkan. Oleh sebab itu banyak dijtemukan digunakan oleh kalangan sosial ekonomi rendah. Contoh spesifik dari inhalan adalah bensin, vernis, cairan pemantik api, lem, semen karet, cairan pembersih, cat semprot, semir sepatu, cairan koreksi mesin tik ( tip-Ex ), perekat kayu, bahan pembakarm aerosol, pengencer cat. Inhalan biasanya dilepaskan ke dalam paru-paru dengan menggunakan suatu tabung.


GAMBARAN KLINIS
Dalam dosis awal yang kecil inhalan dapat menginhibisi dan menyebabkan perasaan euforia, kegembiraan, dan sensasi mengambang yang menyenangkan. Gejala psikologis lain pada dosis tinggi dapat merupa rasa ketakutan, ilusi sensorik, halusinasi auditoris dan visual, dan distorsi ukuran tubuh. Gejala neurologis dapat termasuk bicara yang tidak jelas (menggumam, penurunan kecepatan bicara, dan ataksia ) . Penggunaan dalam waktu lama dapat menyebabkan iritabilitas, labilitas emosi dan gangguan ingatan. Sindroma putus inhalan tidak sering terjadi, Kalaupun ada muncul dalam bentuk susah tidur, iritabilitas, kegugupan, berkeringat, mual, muntah, takikardia, dan kadang-kadang disertai waham dan halusinasi.

EFEK YANG MERUGIKAN
Efek merugikan yang paling serius adalah kematian yang disebabkan karena depresi pernafasan, aritmia jantung, asfiksiasi, aspirasi muntah atau kecelakaan atau cedera. Penggunaan inhalan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal yang ireversibel dan kerusakan otot yang permanent.


ZAT DESAINER

Zat Desainer adalah zat-zat yang dibuat oleh ahli obat jalanan. MEreka membuat obat-obat itu secara rahasia karena dilarang oleh pemerintah. Obat-obat itu dibuat tanpa memperhatikan kesehatan. Mereka hanya memikirkan uang dan secara sengaja membiarkan para pembelinya kecanduan dan menderita. Zat-zat ini banyak yang sudah beredar dengan nama speed ball, Peace pills, crystal, angel dust rocket fuel dan lain-lain.


Sumber : www.bnn.go.id

JENIS-JENIS PSIKOTROPIKA

Adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetris, bukan narkotika, yang bersifat atau berkhasiat psiko aktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabjan perubahankahas pada aktivitas mental dan perilaku.


Zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.

Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian.

Sebagaimana Narkotika, Psikotropika terbagi dalam empat golongan yaitu Psikotropika gol. I, Psikotropika gol. II, Psyko Gol. III dan Psikotropik Gol IV. Psikotropika yang sekarang sedang populer dan banyak disalahgunakan adalah psikotropika Gol I, diantaranya yang dikenal dengan Ecstasi dan psikotropik Gol II yang dikenal dengan nama Shabu-shabu.

ECSTASY

Rumus kimia XTC adalah 3-4-Methylene-Dioxy-Methil-Amphetamine (MDMA). Senyawa ini ditemukan dan mulai dibuat di penghujung akhir abad lalu. Pada kurun waktu tahun 1950-an, industri militer Amerika Serikat mengalami kegagalan didalam percobaan penggunaan MDMA sebagai serum kebenaran. Setelah periode itu, MDMA dipakai oleh para dokter ahli jiwa. XTC mulai bereaksi setelah 20 sampai 60 menit diminum. Efeknya berlangsung maksimum 1 jam. Seluruh tubuh akan terasa melayang. Kadang-kadang lengan, kaki dan rahang terasa kaku, serta mulut rasanya kering. Pupil mata membesar dan jantung berdegup lebih kencang. Mungkin pula akan timbul rasa mual. Bisa juga pada awalnya timbul kesulitan bernafas (untuk itu diperlukan sedikit udara segar). Jenis reaksi fisik tersebut biasanya tidak terlalu lama. Selebihnya akan timbul perasaan seolah-olah kita menjadi hebat dalam segala hal dan segala perasaan malu menjadi hilang. Kepala terasa kosong, rileks dan "asyik". Dalam keadaan seperti ini, kita merasa membutuhkan teman mengobrol, teman bercermin, dan juga untuk menceritakan hal-hal rahasia. Semua perasaan itu akan berangsur-angsur menghilang dalam waktu 4 sampai 6 jam. Setelah itu kita akan merasa sangat lelah dan tertekan.

SHABU-SHABU

Shabu-shabu berbentuk kristal, biasanya berwarna putih, dan dikonsumsi dengan cara membakarnya di atas aluminium foil sehingga mengalir dari ujung satu ke arah ujung yang lain. Kemudian asap yang ditimbulkannya dihirup dengan sebuah Bong (sejenis pipa yang didalamnya berisi air). Air Bong tersebut berfungsi sebagai filter karena asap tersaring pada waktu melewati air tersebut. Ada sebagian pemakai yang memilih membakar Sabu dengan pipa kaca karena takut efek jangka panjang yang mungkin ditimbulkan aluminium foil yang terhirup.
Sabu sering dikeluhkan sebagai penyebab paranoid (rasa takut yang berlebihan), menjadi sangat sensitif (mudah tersinggung), terlebih bagi mereka yang sering tidak berpikir positif, dan halusinasi visual. Masing-masing pemakai mengalami efek tersebut dalam kadar yang berbeda. Jika sedang banyak mempunyai persoalan / masalah dalam kehidupan, sebaiknya narkotika jenis ini tidak dikonsumsi. Hal ini mungkin dapat dirumuskan sebagai berikut: MASALAH + SABU = SANGAT BERBAHAYA. Selain itu, pengguna Sabu sering mempunyai kecenderungan untuk memakai dalam jumlah banyak dalam satu sesi dan sukar berhenti kecuali jika Sabu yang dimilikinya habis. Hal itu juga merupakan suatu tindakan bodoh dan sia-sia mengingat efek yang diinginkan tidak lagi bertambah (The Law Of Diminishing Return). Beberapa pemakai mengatakan Sabu tidak mempengaruhi nafsu makan. Namun sebagian besar mengatakan nafsu makan berkurang jika sedang mengkonsumsi Sabu. Bahkan banyak yang mengatakan berat badannya berkurang drastis selama memakai Sabu.

Apabila dilihat dari pengaruh penggunaannya terhadap susunan saraf pusat manusia, Psikotropika dapat dikelompokkan menjadi :

a. Depresant

yaitu yang bekerja mengendorkan atau mengurangi aktifitas susunan saraf pusat (Psikotropika Gol 4), contohnya antara lain : Sedatin/Pil BK, Rohypnol, Magadon, Valium, Mandrak (MX).

b. Stimulant

yaitu yang bekerja mengaktif kerja susan saraf pusat, contohnya amphetamine, MDMA, N-etil MDA & MMDA. Ketiganya ini terdapat dalam kandungan Ecstasi.

c. Hallusinogen

yaitu yang bekerja menimbulkan rasa perasaan halusinasi atau khayalan contohnya licercik acid dhietilamide (LSD), psylocibine, micraline. Disamping itu Psikotropika dipergunakan karena sulitnya mencari Narkotika dan mahal harganya. Penggunaan Psikotropika biasanya dicampur dengan alkohol atau minuman lain seperti air mineral, sehingga menimbulkan efek yang sama dengan Narkotika.


Sumber : www.bnn.go.id

JENIS - JENIS NARKOTIKA

OPIOID (OPIAD)
Opioid atau opiat berasal dari kata opium, jus dari bunga opium, Papaver somniverum, yang mengandung kira-kira 20 alkaloid opium, termasuk morfin. Nama Opioid juga digunakan untuk opiat, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan narkotik sintetik yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari opium. opiat alami lain atau opiat yang disintesis dari opiat alami adalah heroin (diacethylmorphine), kodein (3-methoxymorphine), dan hydromorphone (Dilaudid).

EFEK SAMPING YANG DITIMBULKAN
Mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara, kerusakan penglihatan pada malam hari, mengalami kerusakan pada liver dan ginjal, peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi lainnya melalui jarum suntik dan penurunan hasrat dalam hubungan sex, kebingungan dalam identitas seksual, kematian karena overdosis.

GEJALA INTOKSITASI (KERACUNAN) OPIOID
Konstraksi pupil ( atau dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis berat ) dan satu ( atau lebih ) tanda berikut, yang berkembang selama , atau segera setelah pemakaian opioid, yaitu mengantuk atau koma bicara cadel ,gangguan atensi atau daya ingat.
Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis misalnya: euforia awal diikuti oleh apatis, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor, gangguan pertimbangaan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan ) yang berkembang selama, atau segera setelah pemakaian opioid.

GEJALA PUTUS OBAT
Gejala putus obat dimulai dalam enam sampai delapan jam setelah dosis terakhir. Biasanya setelah suatu periode satu sampai dua minggu pemakaian kontinu atau pemberian antagonis narkotik.
Sindroma putus obat mencapai puncak intensitasnya selama hari kedua atau ketiga dan menghilang selama 7 sampai 10 hari setelahnya. Tetapi beberapa gejala mungkin menetap selama enam bulan atau lebih lama.

GEJALA PUTUS OBAT DARI KETERGANTUNGAN OPIOID
Kram otot parah dan nyeri tulang, diare berat, kram perut, rinorea lakrimasipiloereksi, menguap, demam, dilatasi pupil, hipertensi takikardia disregulasi temperatur, termasuk pipotermia dan hipertermia.
Seseorang dengan ketergantungan opioid jarang meninggal akibat putus opioid, kecuali orang tersebut memiliki penyakit fisik dasar yang parah, seperti penyakit jantung.
Gejala residual seperti insomnia, bradikardia, disregulasi temperatur, dan kecanduan opiat mungkin menetap selama sebulan setelah putus zat. Pada tiap waktu selama sindroma abstinensi, suatu suntikan tunggal morfin atau heroin menghilangkan semua gejala. Gejala penyerta putus opioid adalah kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor, kelemahan, mual, dan muntah.

Turunan OPIOID (OPIAD) yang sering disalahgunakan adalah : Candu
Getah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan menyadap (menggores) buah yang hendak masak. Getah yang keluar berwarna putih dan dinamai "Lates". Getah ini dibiarkan mengering pada permukaan buah sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal lunak. Inilah yang dinamakan candu mentah atau candu kasar. Candu kasar mengandung bermacam-macam zat-zat aktif yang sering disalahgunakan. Candu masak warnanya coklat tua atau coklat kehitaman. Diperjual belikan dalam kemasan kotak kaleng dengan berbagai macam cap, antara lain ular, tengkorak,burung elang, bola dunia, cap 999, cap anjing, dsb. Pemakaiannya dengan cara dihisap.

Morfin
Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupaakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.

Heroin ( putaw )
Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir - akhir ini . Heroin, yang secara farmakologis mirip dengan morfin menyebabkan orang menjadi mengantuk dan perubahan mood yang tidak menentu. Walaupun pembuatan, penjualan dan pemilikan heroin adalah ilegal, tetapi diusahakan heroin tetap tersedia bagi pasien dengan penyakit kanker terminal karena efek analgesik dan euforik-nya yang baik.

Codein
Codein termasuk garam / turunan dari opium / candu. Efek codein lebih lemah daripada heroin, dan potensinya untuk menimbulkan ketergantungaan rendah. Biasanya dijual dalam bentuk pil atau cairan jernih. Cara pemakaiannya ditelan dan disuntikkan.

Demerol
Nama lain dari Demerol adalah pethidina. Pemakaiannya dapat ditelan atau dengan suntikan. Demerol dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna.

Methadon
Saat ini Methadone banyak digunakanorang dalam pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Sejumlah besar narkotik sintetik (opioid) telah dibuat, termasuk meperidine (Demerol), methadone (Dolphine), pentazocine (Talwin), dan propocyphene (Darvon). Saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Kelas obat tersebut adalah nalaxone (Narcan), naltrxone (Trexan), nalorphine, levalorphane, dan apomorphine. Sejumlah senyawa dengan aktivitas campuran agonis dan antagonis telah disintesis, dan senyawa tersebut adalah pentazocine, butorphanol (Stadol), dan buprenorphine (Buprenex). Beberapa penelitian telah menemukan bahwa buprenorphine adalah suatu pengobatan yang efektif untuk ketergantungan opioid. Nama popoler jenis opioid : putauw, etep, PT, putih.

Kokain
Kokain adalah zat yang adiktif yang sering disalahgunakan dan merupakan zat yang sangat berbahaya. Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan, dimana daun dari tanaman belukar ini biasanya dikunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulan.
Saat ini Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksifnya juga membantu. Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah dikenali.
Nama lain untuk Kokain : Snow, coke, girl, lady dan crack ( kokain dalam bentuk yang paling murni dan bebas basa untuk mendapatkan efek yang lebih kuat ).

EFEK SAMPING YANG DITIMBULKAN
Kokain digunakan karena secara karakteristik menyebabkan elasi, euforia, peningkatan harga diri dan perasan perbaikan pada tugas mental dan fisik. Kokain dalam dosis rendah dapat disertai dengan perbaikan kinerja pada beberapa tugas kognitif.

GEJALA INTOKSITASI KOKAIN
Pada penggunaan Kokain dosis tinggi gejala intoksikasi dapat terjadi, seperti agitasi iritabilitas gangguan dalam pertimbangan perilaku seksual yang impulsif dan kemungkinan berbahaya agresi peningkatan aktivitas psikomotor Takikardia Hipertensi Midriasis .

GEJALA PUTUS ZAT
Setelah menghentikan pemakaian Kokain atau setelah intoksikasi akut terjadi depresi pascaintoksikasi ( crash ) yang ditandai dengan disforia, anhedonia, kecemasan, iritabilitas, kelelahan, hipersomnolensi, kadang-kadang agitasi.
Pada pemakaian kokain ringan sampai sedang, gejala putus Kokain menghilang dalam 18 jam. Pada pemakaian berat, gejala putus Kokain bisa berlangsung sampai satu minggu, dan mencapai puncaknya pada dua sampai empat hari.
Gejala putus Kokain juga dapat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Orang yang mengalami putus Kokain seringkali berusaha mengobati sendiri gejalanya dengan alkohol, sedatif, hipnotik, atau obat antiensietas seperti diazepam ( Valium ).

Sumber : www.bnn.go.id